Senin, 16 November 2009

pendalaman Materi Kelas X Semester II

Pelajaran 1

Remaja

A. Memberi persetujuan terhadap artikel yang terdapat dalam media
Kompetensi Dasar : Memberikan persetujuan/ dukungan terhadap artikel yang terdapat dalam media
cetak dan atau elektronik
Indikator :
● Mendata informasi dari sebuah artikel dengan mencantumkan sumbernya
● Merumuskan pokok persoalan yang menjadi bahan perdebatan umum di masyarakat (apa isunya, siapa yang memunculkan, kapan dimunculkan, apa yang menjadi latar belakangnya, dsb.)
● Memberikan persetujuan/dukungan dengan bukti pendukung (disertai dengan alasan)

1. Mendata informasi dari sebuah artikel dengan mencantumkan sumbernya

Pokok-pokok informasi adalah persoalan pokok atau intisari yang terdapat dalam sebuah bacaan. Pokok-pokok informasi ini dijadikan dasar penulisan sebuah karya apa pun bentuknya. Pokok-pokok informasi yang dicatat ada yang berbeda sumbernya, kendatipun membicarakan masalah yang sama. Hal ini justru berguna untuk memperkuat argumen kita dalam menulis.
Ciri-ciri pokok informasi adalah :
- menjadi dasar penyusunan paragraf,
- menjiwai keseluruhan kalimat dalam paragraf, dan
- dijelaskan oleh kalimat-kalimat yang lainnya dalam paragraf.
Sedangkan artikel adalah karangan di surat kabar, majalah, dan sejenisnya. Akan tetapi, tidak semua tulisan di koran atau majalah termasuk artikel. Definisi lain menyebutkan, artikel adalah suatu tulisan tentang berbagai bidang, seperti kebudayaan, kewanitaan, pendidikan, politik, dan sebagainya.

Remaja dan Perilaku Konsumtif
Oleh Raymond Tambunan, Psi.

Belanja adalah kata yang sering digunakan sehari-hari dalam konteks perekonomian, baik di dunia usaha maupun di dalam rumah tangga. Namun kata yang sama telah berkembang artinya sebagai suatu cerminan gaya hidup dan rekreasi pada masyarakat kelas ekonomi tertentu. Belanja juga punya arti tersendiri bagi remaja.

Pola Hidup Konsumtif
Kata “konsumtif” sering diartikan sama dengan kata “konsumerisme”. Padahal kata yang terakhir ini mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen. Sedangkan konsumtif lebih khusus menjelaskan keinginan untuk mengonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal.
Memang belum ada definisi yang memuaskan tentang kata konsumtif ini. Namun konsumtif biasanya digunakan untuk menunjuk pada perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok. Misalnya sebagai ilustrasi, seseorang memiliki penghasilan Rp500.000,00. Ia membelanjakan Rp400.000,00 dalam waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Sisa Rp100.000,00 ia belanjakan sepasang sepatu karena sepatu yang dimilikinya untuk bekerja sudah rusak. Dalam hal ini orang tadi belum disebut berperilaku konsumtif. Tapi apabila ia belanjakan untuk sepatu yang sebenarnya tidak ia butuhkan (apalagi ia membeli sepatu Rp200.000,00 dengan kartu kredit), maka ia dapat disebut berperilaku konsumtif.
Contoh ini relatif mudah untuk menentukan apakah seseorang telah berperilaku konsumtif atau tidak. Tapi coba bayangkan seseorang yang memiliki penghasilan 1 juta, untuk memenuhi kebutuhan pokoknya Rp400.000,00 dan Rp300.000,00 digunakan untuk membeli barang yang tidak dia butuhkan, sedang sisanya digunakan untuk menambah modalnya dalam usaha. Apakah ia dapat digolongkan berperilaku konsumtif?

Perilaku Konsumtif Remaja
Bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial. Alasannya antara lain karena pola konsumtif seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja.
Di kalangan remaja yang memiliki orang tua dengan kelas ekonomi yang cukup berada, terutama di kota-kota besar, mall sudah menjadi rumah kedua. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Alhasil, muncullah perilaku yang konsumtif.
Dari sejumlah hasil penelitian, ada perbedaan dalam pola konsumsi antara pria dan wanita. Juga terdapat sifat yang berbeda antara pria dan wanita dalam perilaku membeli. Perbedaan tersebut adalah:
Pria: Wanita:
1. mudah terpengaruh bujukan penjual
2. sering tertipu karena tidak sabar dalam memilih barang
3. mempunyai perasaan kurang enak bila tidak membeli sesuatu setelah memasuki toko
4. kurang menikmati kegiatan berbelanja sehingga sering terburu-buru mengambil keputusan membeli.
1. lebih tertarik pada warna dan bentuk, bukan pada hal teknis dan kegunaannya
2. tidak mudah terbawa arus bujukan penjual
3. menyenangi hal-hal yang romantis daripada objektif
4. cepat merasakan suasana toko
5. senang melakukan kegiatan berbelanja walau hanya window shopping (melihat-lihat saja tapi tidak membeli).

Daftar ini masih dapat dipertanyakan apakah memang benar ada gaya yang berbeda dalam membeli antara pria dan wanita. Selain itu, penelitian-penelitian yang telah dilakukan belum mendapatkan hasil yang konsisten apakah remaja pria atau wanita yang lebih banyak membelanjakan uangnya.

Apakah Perilaku Konsumtif Berbahaya?
Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebagai usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang in. Remaja dalam perkembangan kognitif dan emosinya masih memandang bahwa atribut yang superfisial itu sama penting (bahkan lebih penting) dengan substansi. Apa yang dikenakan oleh seorang artis yang menjadi idola para remaja menjadi lebih penting (untuk ditiru) dibandingkan dengan kerja keras dan usaha yang dilakukan artis idolanya itu untuk sampai pada kepopulerannya.
Menjadi masalah ketika kecenderungan yang sebenarnya wajar pada remaja ini dilakukan secara berlebihan. Pepatah “lebih besar pasak daripada tiang” berlaku di sini. Terkadang apa yang dituntut oleh remaja di luar kemampuan orang tuanya sebagai sumber dana. Hal ini menyebabkan banyak orang tua yang mengeluh saat anaknya mulai memasuki dunia remaja. Dalam hal ini, perilaku tadi telah menimbulkan masalah ekonomi pada keluarganya.
Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar di dalam gaya hidup sekelompok remaja. Dalam perkembangannya, mereka akan menjadi orang-orang dewasa dengan gaya hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif ini harus didukung oleh kekuatan finansial yang memadai. Masalah lebih besar terjadi apabila pencapaian tingkat finansial itu dilakukan dengan segala macam cara yang tidak sehat. Mulai dari pola bekerja yang berlebihan sampai menggunakan cara instan seperti korupsi. Pada akhirnya perilaku konsumtif bukan saja memiliki dampak ekonomi, tapi juga dampak psikologis, sosial bahkan etika.
www.e-psikologi.com/remaja/
2. Merumuskan pokok persoalan yang menjadi bahan perdebatan umum di
masyarakat (apa isunya, siapa yang memunculkan, kapan dimunculkan, apa yang menjadi latar belakangnya, dsb.)

Menilik definisi artikel yang sedemikian luas, maka sudah barang tentu akan ada banyak topik yang dapat diangkat sebagai dasar tulisan sebuah artikel. Kita dapat mengambil permasalahan apa saja untuk bahan tulisan. Berbagai persoalan yang ada di sekitar kita dapat kita angkat sebagai salah satu topik tulisan.
Kita dapat mencermati segala sesuatu yang ada di sekitar kita. Mulai dari hal-hal yang dekat dengan kita atau bahkan yang ada dalam diri sendiri.
Merumuskan pokok persoalan yang sedang menjadi perdebatan umum ke dalam sebuah artikel pada dasarnya menulis topik karangan. Langkah-langkah untuk menghasilkan tulisan artikel, juga sama dengan langkah-langkah menulis karangan pada umumnya. Langkah pertama adalah menentukan topik. Topik adalah pokok pikiran atau dasar pembicaraan yang menjiwai atau menjadi permasalahan dalam suatu karangan.
Persoalan yang menjadi perdebatan umum di masyarakat sangat banyak dan dapat diangkat menjadi tulisan artikel. Persoalannya, bagaimana cara memperoleh bahan tersebut dan selanjutnya mengembangkannya menjadi sebuah artikel?
Kiat yang paling jitu untuk itu adalah membangkitkan kemauan kita sendiri. Jika kita ingin merumuskan persoalan yang sedang hangat dibicarakan oleh masyarakat, lebih-lebih menulisnya dalam bentuk artikel kita harus memiliki bekal dan semangat untuk mendapatkan bahan yang ditulis. Apabila kita ingin menulis masalah kenakalan remaja yang lagi hangat di masyarakat, maka cermatilah keadaan remaja di sekitar kita, sebagai literatur bacalah buku-buku yang bertemakan remaja, atau hubungi nara sumber yang mengetahui persoalan remaja, bahkan galilah informasi dari remaja itu sendiri. Remaja sebagai sumber utama perolehan informasi ini sangat strategis dan penting kedudukannya.
Berbagai isu yang muncul, menelusuri siapa yang memunculkan, kapan isu itu muncul, dan peristiwa apa yang melatarbelakangi kemunculannya adalah sebuah jalinan persoalan yang memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Bekal kita untuk menjawab itu adalah daya kritis kita yang dapat merespon segala rangsangan yang ada dan kemampuan menggali informasi baik yang tersaji secara lisan maupun tulisan.
Koran, majalah, berbagai media elektronik termasuk di dalamnya televisi dan internet adalah gudang informasi yang menyediakan apa pun yang kita butuhkan. Kita harus memiliki kiat dan jurus jitu untuk mendapatkan bahan tulisan tersebut.
Misalnya kita mengangkat isu peran internet terhadap pengembangan diri pemakainya. Langkah berikutnya menggarap isu tersebut menjadi sebuah artikel adalah membuat kerangkanya. Dari isu tersebut dapat dibuat kerangka karangan sebagai berikut.
Internet dan Eksplorasi Diri
A. Peran internet sebagai alat eksplorasi diri.
B. Internet berdampak positif dalam pengembangan diri jika internet mampu meningkatkan kehidupan seseorang. Sebaliknya, internet dapat mengurung si pemakainya jika persepsi dan maksud penggunaannya berbeda.
C. Pemanfaatan internet yang salah akan mengakibatkan neurosis.
D. Penggunaan internet sebagai media eksplorasi diri dengan kesadaran penuh akan berdampak positif.

Jika kerangka karangan tersebut dikembangkan akan menjadi artikel seperti yang tersaji berikut ini.
Internet dan Eksplorasi Diri
Apakah internet dapat digunakan sebagai alat untuk eksplorasi diri? Pertanyaan tersebut bukanlah tanpa alasan mengingat bahwa banyak situs yang menampilkan berbagai test EQ maupun IQ. Selain itu teknologi dunia maya ini memberikan banyak kesempatan kepada individu untuk mengekspresikan diri secara unik. Namun demikian, para psikolog berpendapat bahwa kalau seseorang gagal mengintegrasikan antara diri sejati dengan diri yang diekspresikan dalam internet, maka hal ini akan sangat berbahaya bagi pertumbuhan pribadi orang tersebut.
Mengenai dampak internet sebagai alat eksplorasi diri, para psikolog memandang hal tersebut tergantung dari pribadi si penggunanya. Tentu internet akan bermanfaat jika mampu meningkatkan kehidupan seseorang, dan sebaliknya menjadi penyakit jika membuat kacau kehidupan orang tersebut. Pengaruh buruk akan terjadi jika internet digunakan sebagai sarana untuk mengisolasi diri. Banyak orang tidak sadar bahwa lama-kelamaan ia menutup diri terhadap komunikasi sosial entah karena keasikan ngebrowse atau karena internet dipakai sebagai pelarian dari masalah-masalah yang berhubungan dengan kepribadiannya. Hal itu dapat terjadi karena ada individu yang menampilkan kepribadian yang berbeda pada saat online dengan offline. Motivasi dibalik itu tentu berbeda antara satu orang dengan yang lain. Permasalahan akan rumit jika alasannya adalah karena individu tersebut tidak puas/suka terhadap dirinya sendiri (mungkin karena rasa minder, malu, atau merasa tidak pantas), lantas menciptakan dan menampilkan kepribadian yang lain sekali dari dirinya yang asli. Seringkali ia lebih suka pada kepribadian hasil rekayasa yang baru karena tampak ideal baginya. Padahal, menurut para psikolog, hal ini tidak benar dan tidak sehat. Mengapa demikian?
Michelle Weil, seorang psikolog dan pengarang buku terkenal, memberikan contoh konkret tentang seorang gadis yang dijauhi oleh teman-temannya lalu kemudian menghabiskan waktu untuk mojok berchatting ria dengan menampilkan karakter yang sangat kontradiktif dengan karakter aslinya. Akibatnya, lama kelamaan ia semakin jauh dengan kenyataaan sosial yang ada, bahkan tidak bisa menerima diri apa adanya. Menurut pakar psikoanalisis terkenal seperti Erich Fromm, kondisi demikian dinamakan neurosis. Kondisi neurosis yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan jiwa yang serius. Michelle lebih lanjut menambahkan, bahaya latennya adalah terbentuknya kepribadian online yang berbeda dengan yang asli.
Tentu saja ada pengaruh positif dari penggunaan (bukan kecanduan) internet terhadap kepribadian seseorang. Reid Steere, seorang sosiolog dari Los Angeles mengatakan, jika seseorang menggunakan internet sebagai media eksplorasi diri dengan kesadaran penuh, ia akan mengalami pertumbuhan sebagai hasil dari refleksi dirinya secara utuh melalui internet.

3. Memberikan persetujuan/dukungan dengan bukti pendukung (disertai dengan alasan)

Sebuah tulisan, termasuk artikel, dapat menimbulkan pendapat setuju atau tidak setuju pada kalangan pembaca. Seringkali sebuah tulisan mampu membentuk sebuah opini yang kuat di kalangan masyarakat pembacanya. Masing-masing pendapat tersebut memiliki alasan dan latar belakang yang kuat dan tidak jarang didukung oleh data otentik baik berupa data kualitatif lebih-lebih data kuantitatif.
Persetujuan atau pertentangan terhadap pendapat adalah sah-sah saja dalam kerangka berpikir ilmiah di kalangan masyarakat ilmiah sepanjang disampaikan secara bijak, santun, dan ilmiah. Persetujuan terhadap sebuah pendapat hendaknya diikuti oleh alasan untuk memperkuat pendapat tersebut. Kalimat yang dipergunakan, misalnya :
- ”Saya sejalan dengan pemikiran ....”
- ”Saya sependapat dengan ....”
- ”Mencermati keadaan yang masih labil ini sudah sepantasnya kita ... sebagaimana pendapat Saudara, dan yang lebih penting, semua itu diikuti oleh ....”
Sedangkan untuk menyampaikan kritik, kendatipun berisi ketidaksetujuan, kalimat yang diucapkan harus tetap bernada sopan dan tetap menjaga sikap ilmiah. Kalimat yang digunakan misalnya :
- ”Saya tidak sependapat dengan ....”
- ”Menurut hemat saya penyelesaian masalah tersebut tidak tepat. Akan lebih baik jika ....”
- ”Terlalu berlebihan jika .... Menurut pendapat saya ....”
- Mengidentifikasi karakteristik cerita rakyat yang didengarkan

Cerita rakyat adalah cerita yang berasal dan berkembang dalam masyarakat. Cerita rakyat ada dua jenis, yaitu puisi dan prosa. Sedangkan cerita rakyat dalam bentuk prosa terdiri atas dongeng, legenda, dan mite.
Sebagai sebuah cerita yang berkembang dan menjadi milik masyarakat, cerita rakyat memiliki banyak versi. Versi ini erat berkaitan dengan budaya masyarakat.

Berikut ini disajikan cerita rakyat yang berjudul ”Dari Pesantenan ke Pati”. Carilah karakteristik cerita rakyat tersebut dikaitkan dengan budaya masyarakatnya! Dengan dipandu oleh Bapak/Ibu Guru, diskusikanlah karakteristik cerita rakyat tersebut!



- Menentukan isi dan atau amanat yang terdapat di dalam cerita rakyat

Sebuah karya sastra tidak dihasilkan dari lamunan semata, melainkan hasil perenungan seorang pengarang berdasarkan kenyataan, suatu masalah pada kehidupan di sekitarnya. Ada kalanya seorang pengarang mengangkat suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca karya sastra ciptaannya.
Banyak orang berpendapat bahwa karya sastra yang baik selalu memberi pesan kepada pembaca untuk berbuat baik. Pesan ini dinamakan amanat. Karya sastra yang baik selalu mengajak pembaca untuk menjunjung tinggi norma-norma moral. Demikian halnya pada cerita rakyat. Dari cerita rakyat dapat kita ambil suatu ajaran atau pesan atau amanat yang ingin disampaikan pengarang.
Amanat yang terdapat dalam cerita rakyat dapat disampaikan secara langsung (eksplisit) maupun tidak langsung (implisit). Amanat disampaikan secara eksplisit, jika pada tengah atau akhir cerita pengarang telah menyampaikan suatu seruan, saran, pernyataan, nasihat, anjuran, dan lain-lain yang berkaitan dengan cerita sebagai ungkapan pesan kepada pembacanya. Dikatakan secara implisit, jika ajaran moral yang disampaikan pengarang kepada pembacanya sebagai amanat disiratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir.
Amanat menjadi suatu bentuk pemecahan jika tema yang ada merupakan ide sentral yang menjadi pokok permasalahan dan amanat menjadi perumusan jawaban jika tema yang ada bertindak sebagai perumusan pertanyaan. Meski sebuah karya sastra secara sadar maupun tidak sadar, berusaha memberikan pesan kepada pembaca, tetapi tidak semua pengarang ingin menjejalkan amanatnya kepada pembaca. Bukan tidak jarang seorang pengarang hanya ingin mengemukakan persoalan (tema) saja dengan hasil yang menggantung. Tergantung pembaca, bagaimana menanggapinya, yaitu: menerima, menolak, atau bagaimana. Artinya, pembacalah yang harus memberikan penyelesaian atas karya sastra yang dibacanya.

Dari Pesantenan ke Pati

Perang besar antara Kadipaten Paranggaruda dan Kadipaten Crangsoka sudah berakhir dan Paranggaruda menjadi bagian Carangsoka di bawah pimpinan Adipati Puspa Andungjaya yang makin bijaksana. Sambil menata segala urusan kerajaan, Adipati Puspa Andungjaya berkesempatan menikahkan Dewi Rayungwulan dengan Raden Kembangjaya. Kemudian mengangkat Ki Dalang Sapanyana sebagai punggawa di Kadipaten Carangsoka, dan merestui pernikahan Ambarsari dengan Sukmayana. Pendek kata, kehidupan Kadipaten Carangsoka semakin makmur dan hilanglah dendam kekalahan seluruh warga Paranggaruda. Namun, hal itu tidak mengurangi kewaspadaan Raden Kembangjaya yang sadar pada tanggung jawabnya sebagai pilar kekuasaan.
Pada suatu hari, Raden Kembangjaya meminta izin kepada Adipati Puspa Andungjaya atau mertuanya untuk bermukim di wilayah penghubung antara Carangsoka dan Paranggaruda. Tujuannya adalah untuk mencari pengalaman baru dan sekaligus mengawasi daerah taklukan agar tetap terkendali. Dengan izin dan restu Sang Adipati maka cepatlah Raden Kembangjaya mengajak Ki Dalang Sapanyana menyeberangi Bengawan Silugangga dan melanjutkan perjalanan ke selatan menuju dataran tanah Jawa yang terhampar luas dengan hutan belukar yang masih perawan.
Pada suatu siang, sampailah mereka di kawasan hutan Kemiri yang subur dan sejenak timbul niatnya untuk bermukim di tempat tersebut. Tentu saja niat itu harus dimulai dengan bekerja keras membabat hutan dan menata lahan permukiman. Pada kesempatan itulah muncul Ki Sagola, seorang penjual minuman dawet yang ingin berbakti kepada Raden Kembangjaya beserta segenap pengikutnya. Ternyata minuman yang segar dan manis itu memikat perhatian Raden Kembangjaya sehingga selama beberapa hari selalu memesan dawet Ki Sagola. Di akhir kesibukannya, bertanyalah Raden Kembangjaya perihal pembuatan dawet itu.
”Dawet ini dibikin dari tepung, dimaniskan dengan gula aren atau kelapa yang diberi santan kelapa. Tentu saja santan atau santen itulah yang membikin rasanya sedap dan nikmat. Mudah-mudahan Raden dan para prajurit berkenan menikmatinya,” jawab Ki Sagola dengan penuh hormat dan kesantunan.
Setelah mendengar jawaban itu maka berujarlah Raden Kembangjaya dengan lembut seperti untuk dirinya sendiri.
”Jadi, santan atau santen itulah sumber kenikmatan dawet ini. Kalau demikian, alangkah besar jasanya.”
Tidak lama kemudian, terdengarlah kata-kata Raden Kembangjaya dengan semangat yang sumringah,
”Hai, prajurit dan saudara-saudaraku, dengar dan saksikan, kalau kelak tempat ini berkembang menjadi negeri yang makmur akan kunamakan Pesantenan dan hendaklah menggantikan Carangsoka yang pernah bersimbah darah.”
Semua orang yang mendengar sabda pembesar tersebut bersorak kegirangan sambil menyadari perwujudannya membutuhkan waktu yang lama dengan perjuangan yang keras. Namun, mereka yakin harapan itu akan tercapai karena Raden Kembangjaya sudah terbukti mampu menjadi pembesar yang sakti, santun, dan bijaksana.
Tidak lama kemudian, Raden Kembangjaya harus menggantikan takhta Kerajaan Carangsoka setelah mertuanya meninggal karena usia lanjut. Beruntung pula pembesar itu menerima warisan Kuluk Kanigara dan Keris Rambut Pinutung dari Raden Sukmayana yang meninggal beberapa waktu kemudian. Dengan modal kekuasaan yang sah dan pusaka yang ampuh itulah Raden Kembangjaya memindahkan pusat pemerintahan Carangsoka ke kawasan hutan Kemiri yang kemudian bernama Kadipaten Pesantenan. Waktunya kira-kira bersamaan dengan awal berdirinya Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Sejak itu, tidak dikenal lagi Kadipaten Carangsoka dan Paranggaruda, sedangkan nama Kembangjaya pun berganti menjadi Adipati Jayakusuma.
Kadipaten Pesantenan memiliki sepasang pohon beringin besar di alun-alun, dan di dekatnya terdapat padasan (guci tempat air wudhu) khusus bagi Sang Adipati. Airnya diambil dari Gunung Muria, sedangkan pengisiannya selalu dikerjakan oleh R.A. Sukartini. Hingga sekarang padasan yang disebut Genuk Kemiri itu masih bertahan di tempatnya dan konon airnya dipercaya ampuh mengobati berbagai penyakit. Bahkan dipercaya juga sebagai pertanda atau lambang perolehan rezeki seseorang. Jika orang menyaksikan air padasan itu penuh maka banyaklah rezeki di masa mendatang. Sebaliknya, orang yang membuka padasan dan melihat airnya sedikit akan mengalami nasib yang kurang beruntung.
Adipati Jayakusuma sungguh seorang pembesar yang bijaksana. Ia terbukti telah memberikan penghargaan kepada tokoh-tokoh yang pernah berjasa pada masa kebesaran Carangsoka dan Paranggaruda. Ki Dalang Sapanyana diangkat menjadi patih dengan gelar Patih Singasari, Raden Kudasuwengi diangkat sebagai pemimpin laskar Pesantenan, dan Yuyu Rumpung dipercaya menjadi Wedana Kemaguhan. Bersama mereka itulah Kadipaten Pesantenan terus tumbuh dan berkembang dengan wilayah pertanian yang luas, kemudian memiliki pelabuhan yang besar di Cajongan yang sekarang menjadi kota Juwana di sebelah timur kota Pati, Jawa Tengah.
Adipati Jayakusuma berputra tunggal bernama Raden Tambra yang kelak menggantikan takhta kekuasaan dengan gelar Adipati Tambranegara. Namun, dia tidak dapat mewarisi Kuluk Kanigara dan Keris Rambut Pinutung, karena sejak awal sudah diramal oleh ayahnya bahwa besar kemungkinan tidak mampu memegangnya. Nyatanya kedua pusaka tersebut dipercayakan perawatannya kepada Patih Singosari sampai akhir hayatnya. Hingga sekarang tidak seorang pun mengetahui di mana sebenarnya keberadaan Kuluk Kanigara dan Keris Rambut Pinutung. Yang jelas, makam kedua pembesar sakti itu kini berada di Desa Sarirejo di kawasan Kemiri, tidak jauh dari kota Pati.
Adipati Tambranegara semakin bijak dan cermat memperhatikan perkembangan Kadipaten Pesantenan. Pada perkembangan berikutnya, dia pun berhasil memindahkan pusat kekuasaan dari kawasan hutan Kemiri ke Desa Kaborongan. Alasannya, tanah di kawasan Kemiri lembek dan sering dilanda banjir, sedangkan lahan di Desa Kaborongan lebih keras dan lapang.
Tentu saja dapat dibayangkan bahwa perpindahan dari Kemiri ke a memakan waktu yang lama dan membutuhkan tenaga yang banyak karena segalanya masih serba sederhana dan terbatas. Namun, catatan sejarah memperoleh gambaran bahwa tanggal 7 Agustus 1323 merupakan saat peresmian pusat kadipaten Pesantenan yang baru di Desa Kaborongan. Oleh karena itu, tanggal tersebut ditetapkan sebagai awal sejarah Kabupaten Pati, salah satu kabupaten terpenting di kawasan pantai timur Provinsi Jawa Tengah.
Sayang, tidak ada keterangan yang memuaskan mengenai peralihan nama dari Pesantenan ke Pati. Namun, orang pun maklum bahwa kata santen (Jawa) atau santan sama artinya dengan pati yang bermakna ’intisari.’
(Cerita Rakyat dari Pati, Yudiono KS dan Mulyono)

1. Menemukan hal-hal yang menarik tentang latar cerita rakyat

Latar adalah tempat atau waktu terjadinya cerita. Pada hakikatnya suatu cerita adalah lukisan peristiwa atau kejadian yang menimpa atau dilakukan oleh satu atau beberapa orang tokoh pada suatu waktu di suatu tempat. Karena tokoh cerita, baik berupa orang, binatang, maupun tumbuh-tumbuhan tidak dapat pernah lepas dari ruang dan waktu. Oleh karena itu, tidak mungkin ada cerita tanpa latar atau setting.
Latar sebuah karya fiksi pada dasarnya ada tiga macam, yakni latar tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat adalah hal-hal yang berkaitan dengan masalah geografis, latar waktu berhubungan dengan masalah-masalah historis, dan latar sosial berkenaan dengan masalah kehidupan masyarakat tempat cerita itu terjadi.

2. Membandingkan nilai-nilai dalam cerita rakyat dengan nilai-nilai masa kini
dengan menggunakan kalimat yang efektif.

Cerita rakyat adalah cerita yang berasal dan berkembang dalam masyarakat. Secara garis besar cerita rakyat ada dua jenis yakni prosa dan puisi. Cerita rakyat dalam bentuk prosa terdiri atas dongeng, legenda, dan mite.
Cerita rakyat sebagai bentuk cerita tutur terbentuk oleh budaya masyarakat yang menghasilkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Teeuw yang mengatakan bahwa sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya. Sebagai cerminan budaya pada masanya, cerita rakyat senantiasa memiliki nilai-nilai yang diyakini sebagai media pendidikan bagi pendengarnya. Nilai yang berupa sesuatu yang objektif yang merupakan ukuran suatu masyarakat berfungsi juga untuk menentukan apa yang benar bagi kemanusiaan.
Persoalannya sekarang adalah apakah nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat itu masih relevan hingga sekarang? Misalnya cerita rakyat yang bernilai tolong menolong baik dalam suka maupun duka dengan segala variasinya, masihkah kita dapati di sela-sela pola hidup masyarakat yang cenderung individualistik sekarang ini? Bahu membahu untuk membabat hutan, kerja bhakti untuk membangun fasilitas umum, atau apa pun demi mewujudkan kehidupan masa depan yang lebih baik demi kehidupan yang lebih baik untuk anak cucu, adakah kegiatan semacam itu kita dapati? Kalaupun ada, apakah kegiatan itu dilaksanakan tanpa tendensi dan maksud-maksud politis tertentu?
Jika dalam cerita rakyat yang berjudul ”Dari Pesantenan ke Pati” Raden Kembangjaya dan teman-temannya membuka hutan untuk kepentingan masa depan anak cucunya, apakah yang dilakukan oleh pelaku pembalakan liar sekarang ini. Hutan mereka jarah dan rusak demi memenuhi keinginan dan nafsu belaka. Slogan yang berbunyi hutan itu bukan warisan dari nenek moyang tetapi pinjaman dari anak cucu kita, yang didengung-dengungkan dewasa ini tidak lebih hanya untaian kata-kata indah yang tidak bermakna. Sebenarnya slogan itu mengandung arti agar hutan harus selalu kita jaga demi kehidupan anak cucu kita di kemudian hari. Jika dengan pengorbanan, Adipati Jayakusuma dan punggawanya saat itu, berusaha memindahkan ibukota kabupaten karena kondisi lingkungan yang tidak memungkinkan ketika itu, dengan dedikasi, moralitas, dan sosialitas demi anak cucu. Adakah nilai-nilai moral, etika, sosial, dan nilai pendidikan itu kita jumpai dalam kehidupan kemasyarakatan dewasa ini?
Nah, untuk menyampaikan perbandingan nilai-nilai dalam cerita rakyat dengan nilai-nilai yang berlaku dewasa ini hendaklah menggunakan kalimat yang berterima. Kalimat yang berterima dan baik mengandung gagasan atau ide pokok yang jelas dan penyusunannya harus memenuhi persyaratan gramatikal. Oleh karena itu, kalimat disusun berdasarkan kaidah kebahasaan yang berlaku. Kaidah itu meliputi (1) cara memilih kata, (2) unsur-unsur yang harus ada di dalam kalimat, dan (3) aturan ejaan yang berlaku (EYD).
Kata yang dipilih dalam pembentukan kalimat harus tepat agar kalimat menjadi jelas maknanya. Selain itu unsur yang harus ada di dalam sebuah kalimat paling sedikit adalah unsur subjek dan predikat. Dengan adanya unsur kalimat yang lengkap tersebut sebuah kalimat akan menjadi jelas maknanya. Dalam bentuk tulis, kalimat yang baik harus ditulis menurut aturan ejaan yang berlaku.
Kalimat yang benar dan jelas akan dapat dipahami pembaca atau penyimak dengan tepat. Untuk mencapai kebenaran dan kejelasan makna sebuah kalimat, tidak hanya dapat dipenuhi oleh penggunaan kaidah sintaksis, kaidah ejaan, dan pilihan kata, tetapi diperlukan syarat-syarat lain agar kalimat itu hidup dan mudah dipahami oleh pembaca.
3. Mengungkapkan kembali cerita rakyat dalam bentuk sinopsis

Sinopsis adalah ikhtisar karangan yang biasanya diterbitkan bersama sama dengan karangan asli yang menjadi dasar sinopsis itu. Sinopsis digunakan untuk menyingkat isi cerita pendek, novel, atau drama.
Membuat sinopsis membutuhkan penghayatan mendalam atas inti cerita dalam karya tersebut. Yang dikemukakan tidak hanya tema, tetapi juga unsur-unsur intrinsik lainnya, seperti alur, penokohan, latar, dan amanat. Sampaikanlah hal-hal yang dianggap penting dan menarik. Sinopsis disajikan secara padat dan jelas dengan menggunakan kalimat sendiri.
Buatlah sinopsis dari sebuah cerita rakyat yang berkembang di daerah kalian! Bahaslah hasil karya Anda dengan teman sekelas! Berdasarkan masukan teman sekelas kalian, susunlah kembali tugas Anda sehingga menjadi hasil karya yang lebih berbobot!

C. Membahas isi puisi

Kompetensi Dasar : Membahas isi puisi berkenaan dengan gambaran penginderaan, perasaan, pikiran, dan imajinasi melalui diskusi
Indikator :
• Mendiskusikan isi puisi (gambaran penginderaan, perasaan, pikiran, dan imajinasi)
• Mendiskusikan maksud/makna puisi

1. Mendiskusikan isi puisi (gambaran penginderaan, perasaan, pikiran, dan imajinasi)

Puisi adalah karya sastra yang bersifat konsentrif/pemadatan dan intensif. Hal yang disampaikan oleh penyair tidak diungkapkan secara terperinci dan transparan seperti halnya dalam prosa. Hal-hal yang disampaikan adalah sesuatu yang benar-benar pokok yang mendukung makna dan keindahan puisi. Kata yang tidak mendukung makna dihilangkan. Demikian halnya pemakaian tanda baca.
Cara menyajikan puisi dengan menggunakan bahasa berkias, lambang, atau konotasi sangat cocok dalam memberikan gambaran penginderaan, perasaan, pikiran, dan imajinasi.

Kerjakanlah serangkaian tugas berikut ini!

a. Dengarkan puisi berjudul “Tuhan Telpon Aku Dong” yang dibacakan teman Anda, berikut ini!
Tuhan Telpon Aku Dong
Y. Thendra B.P.

tuhan sesekali telpon aku dong
biar aku tahu di mana kau sungguh.
jangan pakai sljj apalagi sli, yang dekat saja, lokal cukuplah.
kalau engkau nilpon pakai sljj apalagi sli
betapa jauhnya engkau dariku.

habis, setiap kali kucalling engkau
acap kali mailbox atau terdengar suara mendayu bidadari entah: "tuhan yang Anda hubungi sedang sibuk, tunggulah beberapa saat lagi"
memang dosaku banyak, untuk itu aku pinta ampunanmu. kalau engkau tak sudi: wah
pada siapa lagi aku akan meminta.

tuhan telpon aku dong
tak usah lama-lama, sedetik cukuplah.
dan hidupku akan sempurna.

Yogyakarta, Januari 2003
1. Tentukan tema puisi tersebut!
2. Tentukan unsur-unsur puisi tersebut!
3. Tafsirkan makna atau maksud puisi tersebut!
4. Parafrasekan puisi yang Anda dengar!

2. Mendiskusikan maksud/makna puisi

Dengan segala usaha, penyair menyajikan pengalaman batinnya dengan puisi. Di dalamnya terkandung persoalan yang ingin disampaikan. Persoalan ini disebut tema. Tema cerita perlu dibedakan dengan topik. Tema merupakan gagasan sentralnya, sedangkan topik adalah pembicaraannya. Tema hendaknya dicari berkaitan dengan tokoh cerita, alur, latar, sudut pandang, dan gaya cerita.
Tema dirumuskan dengan menjawab pertanyaan, “Mengapa pengarang menulis cerita seperti itu?” dan “Apa yang membuat cerita itu tampak bernilai?” adalah makna cerita, gagasan utama cerita, atau dasar cerita. Kedua pertanyaan tersebut hanya dapat dijawab dengan membaca cerita secara runtut.
Makna puisi didasarkan atas pokok-pokok pikiran yang ditampilkan penyair, sikap penyair terhadap pokok pikiran, serta sikap penyair terhadap pembaca. Hasil rangkuman dari keseluruhannya itu akan membuahkan makna dalam puisi.
Sedangkan tujuan membaca puisi adalah selain memahami makna yang dibeberkan dalam puisi juga untuk menikmati keindahannya. Masalah itu bukan pekerjaan mudah, sehingga sering terjadi salah tafsir atau tidak pas seperti yang dimaksud penulis.
Petunjuk yang dapat digunakan untuk memahami puisi, yaitu :

1. Membaca secara perlahan-lahan dan diulang-ulang secara cermat,
2. Mencatat dan mencari makna kata-kata yang sulit dengan menggunakan kamus,
3. Menafsirkan makna kata-kata khusus, baik secara kiasan maupun secara lambang.
Hal ini memang merupakan langkah yang paling sulit, karena sifat
kiasan/lambang itu sangat individual (persona). Namun dapat ditempuh melalui:
a. perenungan sendiri berdasarkan suasana puisi yang bersangkutan;
b. diskusi dengan guru atau teman-teman;
c. pendekatan dengan pribadi penyairnya melalui autobiografi/biografi, wawancara, informasi dari orang lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
d. melengkapi baris-baris yang pekat dalam puisi yang bersangkutan, dengan menambah bagian-bagian yang sengaja dihilangkan oleh penyair;
e. memberi penanda pertalian: antara baris dengan baris antara bait dengan bait;
f. berusaha menangkap maksud keseluruhan isi puisi (dalam bentuk konsep);
g. menceritakan kembali isi puisi itu dalam bentuk prosa (parafrase atau saduran).
-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar